- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
(Source: www.mojok.co) |
. . . .
Pemilu tahun ini sepertinya jadi pemilu yang paling ruwet, dan bertensi tinggi sepanjang penyelenggaraan pemilu. Pemilu 2019 kali ini jadi pemilu pertama yang gabungin pilpres dan pileg jadi satu alias serentak se Indonesia. Gila gak tuh. Per orang kemarin kudu nyoblos 5 surat suara yang terdiri dari DPRD Kota/kabupaten, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD dan Presiden-Wakil Presiden. Belum lagi soal tensi dari para kontestannya yang udah memanas jauh sebelum masa kampanye dimulai. Mulai dari drama pembentukan koalisi, drama pemilihan Cawapres, caleg mantan koruptor, persaingan antar parpol, sampai benturan para pendukung Capres.
Benturan para pendukung Capres ini yang paling bikin timeline rame banget. Ada sebutan khas untuk tiap pendukung capres. Pendukung Jokowi edentik dengan sebutan Cebong. Sedang pendukung Prabowo identik dengan sebutan Kampret. Aku agak kurang paham bagaimana awalnya nama-nama itu muncul. Tapi yang jelas, sebutan-sebutan itu muncul sebagai ejekan dari kubu satu kepada kubu lawannya. Jadi, tiap kali kedua kubu ini perang di media sosial sebutan cebong dan kampret selalu keluar. Seperti "dasar lu, kampret" atau "cebong mana paham" dan sebagainya. Tentu mayoritas warganet sudah biasa dengan kata-kata ini.
Kondisi diperparah dengan pertikaian mereka yang seakan tak ada habisnya bahkan bisa dibilang barbar. Bagaimana nggak coba, level pertikaian ini sudah sampai ke saling lempar hinaan, fitnah, dan hoax. Narasi yang mereka lempar jauh dari substansi dan cenderung menyebar hoax seenak hati. Debat mereka pun cuma sebatas debat kusir yang hanya mengumbar nafsu emosi saja. Seakan kubunya yang paling benar dan kubu lain mutlak salah. Pokoknya gimana caranya supaya kubu lawan terkesan jelek, jahat dan akan jadi musibah kalo sampe capres lawan yang terpilih.
Tensi yang begitu tinggi serta negatif ini membuat ku bosan. Sampai di satu titik di mana aku meng-unfollow akun-akun yang memperlihatkan dukungannya secara jelas kepada salah satu kubu Capres. Sekedar ingin lega aja liat timeline. Adem, sejuk, dan bebas dari kicauan politik praktis serta kicauan warganet yang mendewakan capresnya dan menghina capres lawan. Alhamdulillah, dampaknya lumayan bikin tenang.
. . .
17 April 2019 lalu jadi klimaks dari segala cerita yang dimulai bahkan sejak tahun lalu. 17 April 2019 akhirnya pemilu serentak pertama dalam sejarah Indonesia dilaksanakan. Banyak doa, harapan, dan campaign supaya pemilu kali ini berjalan lancar dan damai. Seruan-seruan pemilu damai berdatangan dari organisasi-organisasi, instansi-instansi, dan tokoh masyarakat. Walau tiap kubu masih saja beradu urat, tapi seruan damai ini bak semilir angin yang menyejukkan di teriknya matahari siang. Melihat ini, aku masih optimis kalau Indonesia masih akan baik-baik saja setelah pemilu 2019 berakhir.
Pemilu berjalan cukup lancar, walau berbagai masalah terjadi di sana sini. Mulai dari insiden surat suara tercoblos di malaysia, keterlambatan logistik saat hari H, masalah-masalah yang berujung pada pemungutan ulang di beberapa daerah, sampai gugurnya beberapa petugas saat atau setelah menjalankan tugas karena keletihan. Aku rasa kita wajib angkat topi setinggi-tinggi kepada penyelenggara pemilu, walkhusus para petugas di lapangan yang dengan daya upaya maksimal mensukseskan pemilu 2019. Pemilu 2019 yang sangat rumit, dengan skala yang begitu luas ini bisa berjalan berkat mereka ini. Yuk, ekspresikan apresiasi kita kepada para petugas pemilu.
Pasca pemilu, hasil hitung-hitung cepat dengan berbagai metode bermunculan. Mulai Quick Count, Exit Poll, dll. Beberapa versi bermunculan. Dan yang jelas, tiap kubu akan memunculkan versi bahwa kubunyalah yang menang. Ini wajar sih, saling klaim menang dengan hitung-hitungan yang menurut mereka valid. Tapi bagaimanapun kita, dan juga mereka, harus menanti hasil resmi yang akan diumumkan KPU sekitar tanggal 22 Mei 2019 nanti.
Sambil menunggu hasil resmi, kenapa nggak mencoba menurunkan tensi tinggi dari kubu-kubu kontestan pemilu? syukur-syukur jika semua bisa kembali satu lagi, jadi warga negara Indonesia yang gak kebagi atas kubu-kubu politik tertentu. Pemilu kan udah hampir selesai nih. Hasil juga udah hampir keluar. jadi, kenapa tidak?
Saat ini adalah saat yang tepat untuk mengakhiri permainan yang sedari awal sudah bertensi tinggi dan menguras tenaga. Kita sudah berada di akhir permainan. Endgame kalo kata superhero marvel. Jadi tinggal kita putusin nih, kita mau berakhir tragis atau manis? kalo mau berakhir tragis, terusin debat kusir gak berfaedah antara cebong vs kampret. Tapi kalo mau manis, mari buang atribut-atribut yang kemarin memisahkan kita. Buang istilah negatif seperti cebong dan kampret. Mari bersalaman, saling memaafkan, dan berjalan bersama menuju hari esok yang lebih cerah. Toh, kalau ada masalah siapa lagi yang bakal nolong kita kalau bukan orang-orang disekitar kita. Iya gak?
. . .
Apapun nanti hasilnya, siapapun nanti yang menang harus kita hargai dan kita terima dengan hati yang lapang. Mau siapapun yang terpilih, beliau-beliau itu adalah pemimpin kita. Kita dukung sebagai warga negara dengan berbagai cara sesuai kemampuan kita. Kritik juga dukungan lo, asal disampaikan dengan niat dan cara yang baik.
Akhir kata, habis 01 dan 02 terbitlah 03 "Persatuan Indonesia". Mari kita bersatu lagi, karena persatuan Indonesia jauh lebih penting dan berharga dibandingkan dengan kontestasi 5 tahunan ini.
. . . .
Komentar
Posting Komentar